Minggu, 27 November 2016

energi shalat berjamaah

Menghidupkan gerakan shalat subuh berjamaah merupakan gerakan fositif memakmurkan masjid. Gerakan ini perlu diapresiasi karena dapat mengisi shaf-shaf kosong di masjid. Secara psikologi umat Islam pun semangat shalat subuh berjamaah di masjid dan cukup antusias. Namun, kegiatan ini, bukanlah puncak dari perjuangan, tapi awal dari langkah perjuangan.

Perjuangan shalat berjamaah masih panjang karena ada empat shalat wajib lagi belum terorganisir pelaksanaanya yaitu shalat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Keempat shalat ini hukumnya wajib seperti wajibnya shalat Subuh. Keutamaan yang terkandung di dalamnya pun berbeda-beda dan tidak bisa dibandingkan dengan shalat wajib lainnya termasuk shalat Subuh karena memiliki porsi masing-masing. Sangat keliru jika ibadah itu dibedakan hanya faktor keutamaan yang terkandung dalam ibadah yang dimaksud.

Pelaksanaan shalat wajib pasti akan lebih baik dilakukan berjamaah di masjid daripada di rumah termasuk shalat kaum perempuan. Banyak ayat dan hadis Nabi SAW memuat dorongan dan keutamaan shalat berjamaah di masjid. Selain itu banyak juga ancaman kepada orang yang mengabaikan salat berjamaah di masjid.

Disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]:45, ”Jadikan sabar dan salat itu sebagai penolongmu”. Kalau salat kita belum mendatangkan energi postif dan akhlak mulia maka besar kemungkinan salat kita belum diterima Allah SWT sebagaimana sabda Nabi SAW. “Pada hari kiamat nanti ada orang yang membawa salatnya kepada Allah SWT. Kemudia dia mempersembahkan salatnya kepada Allah SWT. Lalu salatnya dilipat-lipat seperti dilipatnya pakaian kumal kemudian ditamparkan kewajahnya. Allah menolak amal ibadah salatnya.

Dalam hadis yang lain disebutkan, Nabi SAW bersabda;  “Jika salat seseorang tidak mencegah dia dari kemungkaran, maka salatnya tidak menambah sesuatu kecuali salatnya hanya akan menjauhkan dirinya dari Allah sSWT”.

Selain itu, Nabi bersabda, akan datang suatu zaman di mana orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat berjamaah tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang mukmin. Empat belas abad yang lalu Nabi SAW telah memprediksi bahwa akan datang satu zaman, masjid-masjid mereka makmur dan damai, tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama dan intelektual mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi.

Mengapa shalat yang mereka lakukan tidak dianggap sebagai tanda orang beriman ? Dan mengapa orang yang salat di masjid itu kosong dari hidayah ? Hal ini menunjukkan bahwa salat bukanlah tanda satu-satunya bahwa seorang yang melakukannya otomatis disebut mukmin dan dapat hidayah tetapi itu baru tanda bahwa yang melakukannya adalah seorang Muslim.
Tanda orang mukmin selain shalat masih banyak yang perlu diperhatikan seperti sabda Nabi SAW bahwa siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat hendaklah dia menghormati tetangganya.

Dalam hadis yang lain, hendaklah dia senang menyambung silaturahim atau tali persaudaraan. Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhirat, hendaklah dia berbicara yang benar, jika tidak mampu berbicara dengan benar maka lebih baik dia diam diri. Pada hadis lain, tidak dianggap sebagai orang beriman apabila seseorang tidur dalam keadaan kenyang sementara para tetangga kepalaran.
Secara tersirat Nabi menyampaikan bahwa nanti akan datang suatu zaman, orang-orang berkumpul di masjid untuk menegakkan shalat berjamaah, tetapi tidak akur dengan tetangga di sampingnya baik yang Muslim dan non-Muslim, memutuskan tali silaturahim termasuk tidak menyambungkan tali silaturahim di antara sesama Muslim. Mereka menyebarkan fitnah dan menuduh yang tidak layak terhadap kaum muslimin lainnya. Mereka melaksanakan shalat, tetapi sulit mengucapkan perkataan yang benar, tidak bisa berlaku adil baik kepada sesama Muslim apalagi di luar Islam. Mereka shalat, tetapi mengabaikan tanggung jawab sosial dengan acuh tak acuh atas penderitaan yang dirasakan oleh sesama manusia.

Dalam hadis Qudsi dijelaskan kriteria shalat yang diterima Allah SWT; Sesungguhnya Aku (Allah SWT) hanya akan menerima shalat dari orang yang dengan shalatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku. Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulang maksiat kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita. Aku akan tutup shalat orang itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan menyuruh malaikat-Ku untuk menjaganya. Jika dia berdoa kepada-Ku, Aku akan ijabah. Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di Surga.

Tanda-tanda salat yang diterima oleh Allah SWT berdasarkan hadis Qudsi tersebut, di antaranya; Pertama, merendahkan diri. Dia datang melaksanakan salat dengan merendahkan diri hanya pada-Nya. Jiwa yang merendahkan diri disebut jiwa khusyu jauh dari sifat ujub dan riya. Kedua, tidak sombong sesama makhluk Allah SWT.
Menurut Imam Ghazali, orang takabur adalah orang yang merasa dirinya lebih besar daripada orang lain dan dia memandang enteng dan hina orang lain. Sifat sombong ini bisanya muncul karena faktor ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak buah, kecakapan dan kecantikan. Puncak dari kesombongan adalah menolak eksistensi al-Haq (Allah SWT) dan menolak kebenaran yang datang dari-Nya karena yang menyampaikannya adalah orang yang tidak bertitel, statusnya lebih rendah dari dirinya, pahamnya berbeda dengan diri, kelompok, dan alirannya.

Ketiga, tidak maksiat pada Allah SWT. Tanda orang yang diterima salatnya oleh Allah SWT mampu mengendalikan nafsunya. Di akhirat kelak ada beberapa kelompok manusia yang mendapat perlindungan karena amalannya di dunia yaitu orang yang diajak kencan oleh seorang perempuan yang cantik dan memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi tapi dia menolak ajakannya seraya berkata; “Aku takut kepada Allah SWT. Sikapnya seperti Yusuf saat  Zulaikha menggoda dirinya.
Keempat, memiliki jiwa solidaritas sosial tinggi. Tanda salat yang diterima bukan hanya berdiri lama, melakukan ruku, dan sujud yang panjang dalam salat tetapi ia aktif memikirkan dan mencari solusi penderitaan yang menimpa sesamanya. Dia menyisihkan waktu dan rizkinya untuk ikut serta membahagiakn orang lain.

Kriteria salat yang diterima dan kekhususannya penting ditafakuri sebagai tolok ukur salat berjamaah kita. Rasulullah menegaskan, Ada dua orang umatku yang melakukan salat, yang ruku dan sujud sama akan tetapi nilai salatnya kedua orang itu jauhnya antara langit dan bumi. Perbedaan ini karena salat mereka tidak termasuk kriteria salat yang diterima oleh Allah SWT.