Menghidupkan gerakan shalat subuh berjamaah merupakan gerakan fositif
memakmurkan masjid. Gerakan ini perlu diapresiasi karena dapat mengisi
shaf-shaf kosong di masjid. Secara psikologi umat Islam pun semangat
shalat subuh berjamaah di masjid dan cukup antusias. Namun, kegiatan
ini, bukanlah puncak dari perjuangan, tapi awal dari langkah perjuangan.
Perjuangan shalat berjamaah masih panjang karena ada empat shalat
wajib lagi belum terorganisir pelaksanaanya yaitu shalat Zuhur, Asar,
Magrib, dan Isya. Keempat shalat ini hukumnya wajib seperti wajibnya
shalat Subuh. Keutamaan yang terkandung di dalamnya pun berbeda-beda dan
tidak bisa dibandingkan dengan shalat wajib lainnya termasuk shalat
Subuh karena memiliki porsi masing-masing. Sangat keliru jika ibadah itu
dibedakan hanya faktor keutamaan yang terkandung dalam ibadah yang
dimaksud.
Pelaksanaan shalat wajib pasti akan lebih baik dilakukan berjamaah di
masjid daripada di rumah termasuk shalat kaum perempuan. Banyak ayat
dan hadis Nabi SAW memuat dorongan dan keutamaan shalat berjamaah di
masjid. Selain itu banyak juga ancaman kepada orang yang mengabaikan
salat berjamaah di masjid.
Disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]:45, ”Jadikan sabar dan salat
itu sebagai penolongmu”. Kalau salat kita belum mendatangkan energi
postif dan akhlak mulia maka besar kemungkinan salat kita belum diterima
Allah SWT sebagaimana sabda Nabi SAW. “Pada hari kiamat nanti ada orang
yang membawa salatnya kepada Allah SWT. Kemudia dia mempersembahkan
salatnya kepada Allah SWT. Lalu salatnya dilipat-lipat seperti
dilipatnya pakaian kumal kemudian ditamparkan kewajahnya. Allah menolak
amal ibadah salatnya.
Dalam hadis yang lain disebutkan, Nabi SAW bersabda; “Jika salat
seseorang tidak mencegah dia dari kemungkaran, maka salatnya tidak
menambah sesuatu kecuali salatnya hanya akan menjauhkan dirinya dari
Allah sSWT”.
Selain itu, Nabi bersabda, akan datang suatu zaman di mana
orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat berjamaah tetapi tidak
seorang pun di antara mereka yang mukmin. Empat belas abad yang lalu
Nabi SAW telah memprediksi bahwa akan datang satu zaman, masjid-masjid
mereka makmur dan damai, tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama
dan intelektual mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di
permukaan bumi.
Mengapa shalat yang mereka lakukan tidak dianggap sebagai tanda orang
beriman ? Dan mengapa orang yang salat di masjid itu kosong dari
hidayah ? Hal ini menunjukkan bahwa salat bukanlah tanda satu-satunya
bahwa seorang yang melakukannya otomatis disebut mukmin dan dapat
hidayah tetapi itu baru tanda bahwa yang melakukannya adalah seorang
Muslim.
Tanda orang mukmin selain shalat masih banyak yang perlu diperhatikan
seperti sabda Nabi SAW bahwa siapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhirat hendaklah dia menghormati tetangganya.
Dalam hadis yang lain,
hendaklah dia senang menyambung silaturahim atau tali persaudaraan.
Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhirat, hendaklah dia
berbicara yang benar, jika tidak mampu berbicara dengan benar maka lebih
baik dia diam diri. Pada hadis lain, tidak dianggap sebagai orang
beriman apabila seseorang tidur dalam keadaan kenyang sementara para
tetangga kepalaran.
Secara tersirat Nabi menyampaikan bahwa nanti akan datang suatu
zaman, orang-orang berkumpul di masjid untuk menegakkan shalat
berjamaah, tetapi tidak akur dengan tetangga di sampingnya baik yang
Muslim dan non-Muslim, memutuskan tali silaturahim termasuk tidak
menyambungkan tali silaturahim di antara sesama Muslim. Mereka
menyebarkan fitnah dan menuduh yang tidak layak terhadap kaum muslimin
lainnya. Mereka melaksanakan shalat, tetapi sulit mengucapkan perkataan
yang benar, tidak bisa berlaku adil baik kepada sesama Muslim apalagi di
luar Islam. Mereka shalat, tetapi mengabaikan tanggung jawab sosial
dengan acuh tak acuh atas penderitaan yang dirasakan oleh sesama
manusia.
Dalam hadis Qudsi dijelaskan kriteria shalat yang diterima Allah SWT;
Sesungguhnya Aku (Allah SWT) hanya akan menerima shalat dari orang yang
dengan shalatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku. Dia tidak
sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulang maksiat
kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang
menderita. Aku akan tutup shalat orang itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan
menyuruh malaikat-Ku untuk menjaganya. Jika dia berdoa kepada-Ku, Aku
akan ijabah. Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti
perumpamaan firdaus di Surga.
Tanda-tanda salat yang diterima oleh Allah SWT berdasarkan hadis
Qudsi tersebut, di antaranya; Pertama, merendahkan diri. Dia datang
melaksanakan salat dengan merendahkan diri hanya pada-Nya. Jiwa yang
merendahkan diri disebut jiwa khusyu jauh dari sifat ujub dan riya.
Kedua, tidak sombong sesama makhluk Allah SWT.
Menurut Imam Ghazali, orang takabur adalah orang yang merasa dirinya
lebih besar daripada orang lain dan dia memandang enteng dan hina orang
lain. Sifat sombong ini bisanya muncul karena faktor ilmu, amal,
keturunan, kekayaan, anak buah, kecakapan dan kecantikan. Puncak dari
kesombongan adalah menolak eksistensi al-Haq (Allah SWT) dan menolak
kebenaran yang datang dari-Nya karena yang menyampaikannya adalah orang
yang tidak bertitel, statusnya lebih rendah dari dirinya, pahamnya
berbeda dengan diri, kelompok, dan alirannya.
Ketiga, tidak maksiat pada Allah SWT. Tanda orang yang diterima
salatnya oleh Allah SWT mampu mengendalikan nafsunya. Di akhirat kelak
ada beberapa kelompok manusia yang mendapat perlindungan karena
amalannya di dunia yaitu orang yang diajak kencan oleh seorang perempuan
yang cantik dan memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi tapi dia
menolak ajakannya seraya berkata; “Aku takut kepada Allah SWT. Sikapnya
seperti Yusuf saat Zulaikha menggoda dirinya.
Keempat, memiliki jiwa solidaritas sosial tinggi. Tanda salat yang
diterima bukan hanya berdiri lama, melakukan ruku, dan sujud yang
panjang dalam salat tetapi ia aktif memikirkan dan mencari solusi
penderitaan yang menimpa sesamanya. Dia menyisihkan waktu dan rizkinya
untuk ikut serta membahagiakn orang lain.
Kriteria salat yang diterima dan kekhususannya penting ditafakuri
sebagai tolok ukur salat berjamaah kita. Rasulullah menegaskan, Ada dua
orang umatku yang melakukan salat, yang ruku dan sujud sama akan tetapi
nilai salatnya kedua orang itu jauhnya antara langit dan bumi. Perbedaan
ini karena salat mereka tidak termasuk kriteria salat yang diterima
oleh Allah SWT.